Kebudayaan dan contoh-contoh nya
Kebudayaan Dan Tari Suku Rejang Di Kabupaten Kepahiang beserta contoh-contoh nya
1. Asal-usul suku Rejang
Suku bangsa Rejang bertebaran tentunya mempunyai asal usul mula jadinya, dari cerita secara turun temurun dan beberapa karangan-karangan tertulis mengenai Rejang dapatlah dipastikan bahwa asal usul suku bangsa Rejang adalah di Lebong yang sekarang dan ini terbukti dari hal-hal berikut :
John Marsden, Residen Inggris di Lais (dalam AMARTA. 1775-1779), memberikan keterangan tentang adanya empat Petulai Rejang, yaitu Joorcalang (Jurukalang), Beremanni (Bermani), Selopo (selupu) dan Toobye (Tubay).
J.L.M Swaab, Kontrolir Belanda di Lais (dalam AMARTA.1910-1915) mengatakan bahwa jika Lebong di angap sebagai tempat asal usul bangsa Rejang, maka Merigi harus berasal dari Lebong. Karena orang-orang merigi memang berasal dari wilayah Lebong, karena orang-orang Merigi di wilayah Rejang (Marga Merigi di Rejang) sebagai penghuni berasal dari Lebong, juga adanya larangan menari antara Bujang dan Gadis di waktu Kejai karena mereka berasal dari satu keturunan yaitu Petulai Tubei.
Sejarah suku bangsa Rejang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sejarah Rejang Lama dan sejarah Rejang Baru. Sejarah Rejang Lama dimulai dari masa kedatangan kelompok bangsa Mongolia di Bintunan Bengkulu Utara pada tahun 2090 SM hingga sebelum kedatangan para Ajai di pertengahan abad ke 14 masehi.Sejarah Rejang Modern dimulai dari masa kedatangan dan kepemimpinan para”Ajai” di Renah Skalawi ( 1348 ) hingga sekarang.
Disebut Rejang Lama karena dalam kurun waktu 2090 SM hingga pertengahan abad-14 M itu kehidupan suku Rejang masih sangat primitif, hidup selalu berpindah-pindah (nomaden) dari satu tempat ke tempat lain dimana tempat yang dapat memberi merek kehidupan.Kemudian mereka mulai hidup menetap dalam kelompok masyarakat “kumunal” di pedalaman hutan rimba yang tertutup dunia luar, peralatan hidup teknologi yang masih sangat sederhana dan mereka penganut animisme.
Sejarah rejang Baru ditandai dengan masuknya para Ajai pada pertengahan abad ke -14 yang membawa perubahan pada pola kehidupan masyarakat suku Rejang, mereka mulai mengenal sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan sistem religi.
Pada mulanya suku bangsa Rejang dalam kelompok-kelompok kecil hidup mengembara di daerah Lebong yang luas, mereka hidup dari hasil-hasil Hutan dan sungai, pada masa ini suku bangsa Rejang hidup Nomaden (berpindah-pindah) dalam tatanan sejarah juga pada masa ini disebut dengan Meduro Kelam (Jahiliyah), dimana masyarakatnya sangat mengantungkan hidupnya dengan sumber daya alam dan lingkungan yang tersedia.
Barulah pada zaman Ajai mereka mulai hidup menetap terutama di Lembah-lembah di sepanjang sungai Ketahun, pada zaman ini suku bangsa Rejang sudah mengenai budi daya pertanian sederhadan serta pranata sosial dalam mengatur proses ruang pemerintahan adat bagi warga komunitasnya. Menurut riwayat yang tidak tertulis suku bangsa Rejang bersal dari Empat Petulai dan tiap-tiap Petulai di Pimpin oleh seorang Ajai. Ajai ini berasal dari Kata Majai yang mempunyai arti pemimpin suatu kumpulan manusia.
Dalam zaman Ajai ini daerah Lebong yang sekarang masih bernama Renah Sekalawi atau Pinang Belapis. Pada masa Ajai masyarakat yang bekumpul sudah mulai menetap dan merupakan suatu masyarakat yang komunal didalam sisi sosial dan kehidupannya sistem Pemerinatahan komunial ini di sebut dengan Kutai. Keadaan ini ditunjukkan dengan adanya kesepakatan antara masyarakat tersebut terhadap hak kepemilikan secara komunal. Semua ketentuan dan praktek terhadap hak dan kepemilikan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat dipimpin oleh seorang Ajai. Walaupun sebenarnya dalam penerapan di masyarakat seorang Ajai dan masyarakat lainnya kedudukannya tidak dibedakan atau dipisahkan berdasarkan ukuran derajad atau strata.
Sungguhpun demikian pentingnya kedudukan Ajai tersebut dan di hormati oleh masyarakatnya, tetapi masih dianggap sebagai orang biasa dari masyarakat yang diberi tugas memimpin, ke empat Ajai tersebut adalah:
Ajai Bintang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Pelabai suatu tempat yang berada di Lebong Utara
Ajai Begelan Mato memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Kutai Belek Tebo suatu tempat yang berada di Lebong Selatan
Ajai Siang memimpin sekumpulan manusai yang menetap di Siang Lekat suatu tempat yang berada di Jurukalang tepat Lebong Selatan
Ajai Malang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Bandar Agung/Atas Tebing yang termasuk kedalam wilayah Lebong Utara
Barulah pada zaman Ajai mereka mulai hidup menetap terutama di Lembah-lembah di sepanjang sungai Ketahun, pada zaman ini suku bangsa Rejang sudah mengenai budi daya pertanian sederhadan serta pranata sosial dalam mengatur proses ruang pemerintahan adat bagi warga komunitasnya. Menurut riwayat yang tidak tertulis suku bangsa Rejang bersal dari Empat Petulai dan tiap-tiap Petulai di Pimpin oleh seorang Ajai. Ajai ini berasal dari Kata Majai yang mempunyai arti pemimpin suatu kumpulan manusia.
Dalam zaman Ajai ini daerah Lebong yang sekarang masih bernama Renah Sekalawi atau Pinang Belapis. Pada masa Ajai masyarakat yang bekumpul sudah mulai menetap dan merupakan suatu masyarakat yang komunal didalam sisi sosial dan kehidupannya sistem Pemerinatahan komunial ini di sebut dengan Kutai. Keadaan ini ditunjukkan dengan adanya kesepakatan antara masyarakat tersebut terhadap hak kepemilikan secara komunal. Semua ketentuan dan praktek terhadap hak dan kepemilikan segala sesuatu yang menyangkut kepentingan masyarakat dipimpin oleh seorang Ajai. Walaupun sebenarnya dalam penerapan di masyarakat seorang Ajai dan masyarakat lainnya kedudukannya tidak dibedakan atau dipisahkan berdasarkan ukuran derajad atau strata.
Sungguhpun demikian pentingnya kedudukan Ajai tersebut dan di hormati oleh masyarakatnya, tetapi masih dianggap sebagai orang biasa dari masyarakat yang diberi tugas memimpin, ke empat Ajai tersebut adalah:
Ajai Bintang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Pelabai suatu tempat yang berada di Lebong Utara
Ajai Begelan Mato memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Kutai Belek Tebo suatu tempat yang berada di Lebong Selatan
Ajai Siang memimpin sekumpulan manusai yang menetap di Siang Lekat suatu tempat yang berada di Jurukalang tepat Lebong Selatan
Ajai Malang memimpin sekumpulan manusia yang menetap di Bandar Agung/Atas Tebing yang termasuk kedalam wilayah Lebong Utara
Pada masa pimpinan Ajai inilah datang ke Renah Sekalawi empat orang Biku/Biksu masyarakat adat Rejang menyebutnya Bikau yaitu Bikau Sepanjang Jiwo, Bikau Bembo, Bikau Pejenggo dan Bikau Bermano. Dari beberapa pendapat menyatakan bahwa para Bikau ini berasal dari Kerajaan Majapahit namun beberapa tokoh yang ada di Lebong berpendapat tidak semua Bikau ini bersal dari Majapahit. Dari perjalan proses Bikau ini merupakan utusan dari golongan paderi Budha untuk mengembangkan pengaruh kebesaran Kerajaan Majapahit, Sewaktu mereka sampai di Renah Sekalawi keempat Biku tersebut karena arif dan bijaksana, sakti, serta pengasih dan penyayang, maka mereka berempat tidak lama kemudian dipilih oleh keempat kelompok masyarakat (Petulai) dengan persetujuan penuh dari masyarakatnya sebagai pemimpin mereka masing-masing. Keempat Petulai tersebut adalah sebagai berikut :
a. Bikau sepanjang jiwo, memimpin Marga Tubai yang terdapat di Pelabai
b. Bikau Bermano, memimpin Marga Bermani yang terletak di Kutei Rekam dekat danau Tes sekarang
c. Bikau Bejenggo, memimpin marga Selupuak yang terletak di Batu Lebar dekat Anggung Rejang di Kesambe
d. Bikau Bembo, memimpin marga jurukalang yang terletak di Suku Negeri dekat Tapus (hulu sungai Ketahun)
a. Bikau sepanjang jiwo, memimpin Marga Tubai yang terdapat di Pelabai
b. Bikau Bermano, memimpin Marga Bermani yang terletak di Kutei Rekam dekat danau Tes sekarang
c. Bikau Bejenggo, memimpin marga Selupuak yang terletak di Batu Lebar dekat Anggung Rejang di Kesambe
d. Bikau Bembo, memimpin marga jurukalang yang terletak di Suku Negeri dekat Tapus (hulu sungai Ketahun)
Keempat kelompok masyarakat di bawah pimpinan para Bikau kemudian disebut Rejang Empat Petulai (Jang Pat Petulai), yang terdiri dari Petulai Tubai (Tubai), Petulai Jurukalang, Petulai Selupuak dan Petulai Bermani. Pada masa itu di setiap Petulai terdapat Kuteui (desa yang berdiri sendiri) sebagai suatu kelompok masyarakat hukum adat di bawah Petulai. Kepala Kuteui di sebut Tuai Kuteui dan dalam menjalankan pemerintahannya dibantu oleh Kepala Sukau/Sadei.
Dari generasi ke generasi Petulai-Petulai tersebut tersebar ke wilayah-wilayah sepanjang aliran sungai Musi, Sungai Ketahun, Sungai Kelingi, pesisir pantai, dan tempat-tempat lainnya. Dalam tembo tempat-tempat perpindahan ini disebut Sindang Empat Lawang, Sindang Beliti, Ulu Musi, Renah Pesisir dan Renah Ketahun.
2.3 Dialek Bahasa Rejang
Dialek Bahasa Rejang, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang di daerah Lebong, Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, dan kabupaten Lebong. Dialek bahasa yang digunakan penutur bahasa Rejang, jauh berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatera lainnya.
Bahasa Rejang memiliki perbedaan dalam penuturan dialek bahasa. Dialek Rejang Kepahiang berbeda dengan dialek Rejang Curup di kabupaten Rejang Lebong, dialek Rejang Bengkulu Utara (identik dengan dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang Lebong di kabupaten Lebong.
Dialek dalam bahasa Rejang:
• Dialek Rejang Kepahiang
• Dialek Rejang Curup
• Dialek Rejang Lebong
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat saling memahami walaupun terdapat perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlangsung.
Berikut adalah beberapa bahasa Rejang dengan artinya :
Dari generasi ke generasi Petulai-Petulai tersebut tersebar ke wilayah-wilayah sepanjang aliran sungai Musi, Sungai Ketahun, Sungai Kelingi, pesisir pantai, dan tempat-tempat lainnya. Dalam tembo tempat-tempat perpindahan ini disebut Sindang Empat Lawang, Sindang Beliti, Ulu Musi, Renah Pesisir dan Renah Ketahun.
2.3 Dialek Bahasa Rejang
Dialek Bahasa Rejang, adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang di daerah Lebong, Kepahiang, Curup dan sampai di tepi sungai ulu musi di perbatasan dengan Sumatera Selatan. Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, dan kabupaten Lebong. Dialek bahasa yang digunakan penutur bahasa Rejang, jauh berbeda dengan bahasa Melayu dan bahasa daerah di Sumatera lainnya.
Bahasa Rejang memiliki perbedaan dalam penuturan dialek bahasa. Dialek Rejang Kepahiang berbeda dengan dialek Rejang Curup di kabupaten Rejang Lebong, dialek Rejang Bengkulu Utara (identik dengan dialek Rejang Curup), dan dialek Rejang Lebong di kabupaten Lebong.
Dialek dalam bahasa Rejang:
• Dialek Rejang Kepahiang
• Dialek Rejang Curup
• Dialek Rejang Lebong
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, saat ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, meskipun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang dapat saling memahami walaupun terdapat perbedaan kosakata pada saat komunikasi berlangsung.
Berikut adalah beberapa bahasa Rejang dengan artinya :
Kamus:
• api = siapa
• asÉ™p = rokok
• awe ipÉ™ = bagaimana?
• ba’ = ayah
• baÉ™w = bahu
• bai’ É‘sÉ™ynÉ™ [rasanya] = baik
• balÉ™t = akar
• bebea[‘] = mulut
• bÉ™’É™t = berat
• bÉ™kÉ™r̃jo = kerja
• bÉ™lÉ™w = baru
• bÉ™r̃burÉ™w = berburu
• api = siapa
• asÉ™p = rokok
• awe ipÉ™ = bagaimana?
• ba’ = ayah
• baÉ™w = bahu
• bai’ É‘sÉ™ynÉ™ [rasanya] = baik
• balÉ™t = akar
• bebea[‘] = mulut
• bÉ™’É™t = berat
• bÉ™kÉ™r̃jo = kerja
• bÉ™lÉ™w = baru
• bÉ™r̃burÉ™w = berburu
bilangan:
• do = satu
• duÉ™y = dua
• tÉ™lÉ™w = tiga
• pat = empat
• lemo = lima
• enum = enam
• tojok = tujuh
• lapen = delapan
• smilan = sembilan
• sepoloak = sepuluh
• dueipoloak = duapuluh
• mopoloak = limapuluh
• sotos = seratus
• serebay = seribu
• do = satu
• duÉ™y = dua
• tÉ™lÉ™w = tiga
• pat = empat
• lemo = lima
• enum = enam
• tojok = tujuh
• lapen = delapan
• smilan = sembilan
• sepoloak = sepuluh
• dueipoloak = duapuluh
• mopoloak = limapuluh
• sotos = seratus
• serebay = seribu
Perbandingan dialek dalam bahasa Rejang yang ada di Kepahiang, Curup, dan Lebong. Ada beberapa daerah yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Kepahiang yang menggunakan Rejang dialek Curup dikarenakan letak geografis yang dekat dengan Kabupaten Rejang Lebong.
Beberapa daerah yang dekat secara geografis dengan wilayah Kabupaten Lebong juga ada yang menggunakan Rejang dialek Curup, begitu juga sebaliknya.
Berikut adalah contoh dari perbedaan dialek bahasa Rejang yang ada di Kepahiang, Curup, dan Lebong :
Beberapa daerah yang dekat secara geografis dengan wilayah Kabupaten Lebong juga ada yang menggunakan Rejang dialek Curup, begitu juga sebaliknya.
Berikut adalah contoh dari perbedaan dialek bahasa Rejang yang ada di Kepahiang, Curup, dan Lebong :
Rejang dialek Kepahiang Rejang dialek Curup Rejang dialek Lebong Contoh kosakata Keterangan
hei ei ai jihei
ji’ei
ji’ai Tidak ada kesamaan dialek
ew ew aw alew
alaw Ada kesamaan antara dialek Kepahiang dan Curup
ak ak ok betunak
betunok Ada kesamaan antara dialek Kepahiang dan Curup
hei ei ai jihei
ji’ei
ji’ai Tidak ada kesamaan dialek
ew ew aw alew
alaw Ada kesamaan antara dialek Kepahiang dan Curup
ak ak ok betunak
betunok Ada kesamaan antara dialek Kepahiang dan Curup
Perbedaan dialek juga terdapat dalam intonasi dalam berbicara. Bahasa Rejang dialek Kepahiang terkesan keras dan kasar, bahasa Rejang dialek Curup terkesan halus dan lembut, dan bahasa Rejang dialek Lebong terkesan lebih halus dan lebih lembut dari Rejang dialek Curup. Dari warna dialek ketiga bahasa Rejang tersebut, secara nyata juga menggambarkan tradisi dan temperamen dari ketiga macam orang Rejang tersebut.
2.4 Aksara KAGANGA Rejang
Aksara Rejang (Lepiak Jang) merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat yang digunakan oleh suku bangsa dan etnik budaya di Sumatera bagian selatan. Aksara-aksara yang termasuk kelompok ini adalah antara lain aksara Rejang, Kerinci, Lampung, Rencong dan lain-lain. Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok ini. Diperkirakan jaman dahulu di seluruh pulau Sumatera dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Rejang ini. Kecuali di Aceh dan di daerah Sumatra Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi. Nama kaganga merujuk pada ketiga aksara pertama dalam urutan aksara ini, dan mengingatkan kita kepada urutan aksara di India, terutama dalam bahasa Sansekerta
Aksara Rejang disusun dengan metode galananya, yaitu metode penulisan Aksara Rejang berdasarkan gerakan garis yang mengalir yang merupakan karakter aksara Rejang, artinya bahwa sebuah aksara dapat secara bertahap bergerak merubah bentuknya menjadi aksara yang lain.
Aksara Rejang Kaganga adalah alpabet suku kata, setiap huruf memilki vokal yang melekat / a /. Vokal lain dapat di indikasikan dengan menggunakan berbagai dialeg yang muncul di atas atau di bawah kosonan. Aksara Kaganga terdiri dari 27 buah tua (19 huruf tunggal dan 8 huruf pasangan atau huruf ngibang), dan 13 tanda baca.
Berikut adalah Huruf kosonan dan vokal Aksara Kaganga Rejang
2.4 Aksara KAGANGA Rejang
Aksara Rejang (Lepiak Jang) merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang berkerabat yang digunakan oleh suku bangsa dan etnik budaya di Sumatera bagian selatan. Aksara-aksara yang termasuk kelompok ini adalah antara lain aksara Rejang, Kerinci, Lampung, Rencong dan lain-lain. Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok ini. Diperkirakan jaman dahulu di seluruh pulau Sumatera dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Rejang ini. Kecuali di Aceh dan di daerah Sumatra Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi. Nama kaganga merujuk pada ketiga aksara pertama dalam urutan aksara ini, dan mengingatkan kita kepada urutan aksara di India, terutama dalam bahasa Sansekerta
Aksara Rejang disusun dengan metode galananya, yaitu metode penulisan Aksara Rejang berdasarkan gerakan garis yang mengalir yang merupakan karakter aksara Rejang, artinya bahwa sebuah aksara dapat secara bertahap bergerak merubah bentuknya menjadi aksara yang lain.
Aksara Rejang Kaganga adalah alpabet suku kata, setiap huruf memilki vokal yang melekat / a /. Vokal lain dapat di indikasikan dengan menggunakan berbagai dialeg yang muncul di atas atau di bawah kosonan. Aksara Kaganga terdiri dari 27 buah tua (19 huruf tunggal dan 8 huruf pasangan atau huruf ngibang), dan 13 tanda baca.
Berikut adalah Huruf kosonan dan vokal Aksara Kaganga Rejang
Aksara pasangan merupakan konsonan rangkap berupa bunyi sengau yang ditimbulkan oleh gabungan dua konsonan, pada huruf awal terdapat dua konsonan yang dalam huruf latin merupakan huruf mati. Dalam aksara Rejang terdapat 9 (sembilan) buah jenis aksara yang disebut huruf pasangan (ngimbang), yaitu :
Tanda baca lainnya dalam penyusunan kalimat, berupa tanda awal kalimat, titik, koma, tanda tanya,dan tanda seru, yaitu :
Tanda baca lainnya dalam penyusunan kalimat, berupa tanda awal kalimat, titik, koma, tanda tanya,dan tanda seru, yaitu :
Tanda awal kalimat
Koma
titik
Tanda tanya (?)
Tanda Seru (!)
2. Macam-Macam Tari Suku Rejang Di Kabupaten Lebong
Kabupaten Lebong merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu yang mempunyai berbagai macam bentuk tarian, baik tarian adat yang berkaitan dengan kepercayaan lama maupun tari-tarian kreasi sebagai tarian hiburan. Berikut ini merupakan macam-macam tari yang ada pada masyarakat suku Rejang, Kabupaten Lebong:
Tari Kejai
Tari Kejai adalah sebuah tari yang ditarikan pada waktu peralatan Kejai di daerah Rejang. Adapun peralatan Kejai atau hajat Kejai di suku rejang ini adalah suatu hajat yang paling besar. Hal ini dikarenakan orang yang melaksanakan prosesi Kejai adalah orang yang mampu, harus memotong beberapa ekor kerbau, kambing, ayam, ikan, dan lain-lain. Kejai ini memakan waktu yang lama diantaranya ada yang kejainya 1 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan bahkan ada yang sampai 9 bulan.
Tari Kejai merupakan kesenian rakyat Rejang yang dilakukan pada setiap musim panen raya datang. Tarian tersebut dimainkan oleh para muda-mudi di pusat-pusat desa pada malam hari di tengah-tengah lampu minyak tau penerangan lampion. Tarian dimainkan sekelompok orang yang membentuk lingkaran dengan berhadap-hadapan searah menyerupai jarum jam.
Tari ini adalah tarian sakral yang diyakini masyarakat suku rejang, sehingga hanya dilaksanakan masyarakat suku Rejang dalam acara menyambut para biku, perkawinan dan adat marga. Pelaksanaan tari ini disertai pemotongan kerbau atau sapi sebagai syaratnya.
Contoh, menurut legenda bahwa di kerajaan pinang belapis dulu waktu menikahkan bujang tunggal dengan putri krikang manis diadakan kejai selama 6 bulan lamanya sedangkan untuk menyambut kedatangan istri dan anaknya dari langit diadakan kejai 9 bulan lamanya.
Nama asli dari tari Kejai ini adalah tari Elang, yang merupakan tarian asli di daerah Rejang. Alat Musik Pengiring Tari Kejai diantaranya Gong, kelintang, dan redap (Gambar 1) merupakan alat musik khas tradisional suku Rejang, yang dari jaman dahulu kala sudah di pakai pada musik pengiring tarian sakral dan agung suku Rejang, yaitu tari Kejai dengan keterangan satu buah gong, lima buah kelintang dan satu buah redap. Ke-3 alat musik tradisional tersebut sangat penting perannya dalam tarian Kejai.
5 Alat musik tari Kejai (Kelintang, Redap, Gong).
Selain tari Kejai biasa yang dipaparkan pada ulasan materi diatas, ada yang di namakan tari Kejai Andak yang berarti Andak yaitu berhenti. Perbedaannya dari tari Kejai biasa adalah pada saat terakhir menari dan mundur 3 langkah mau pulang ke posisi awal langsung duduk dengan manis setelah itu ada orang yang menyambi. Menyambi adalah kata-kata rejang diantaranya berisi pesan dan kesan yang halus disampaikan dengan lagu tersendiri. Prosesi menyambi ini hanya diwakili antara penari bujang dan penari gadis. Setelah menyambi selesai maka musik kulintang berbunyi kembali dan para penari tegak kembali dan menyelesaikan tariannya.

Selain tari Kejai biasa yang dipaparkan pada ulasan materi diatas, ada yang di namakan tari Kejai Andak yang berarti Andak yaitu berhenti. Perbedaannya dari tari Kejai biasa adalah pada saat terakhir menari dan mundur 3 langkah mau pulang ke posisi awal langsung duduk dengan manis setelah itu ada orang yang menyambi. Menyambi adalah kata-kata rejang diantaranya berisi pesan dan kesan yang halus disampaikan dengan lagu tersendiri. Prosesi menyambi ini hanya diwakili antara penari bujang dan penari gadis. Setelah menyambi selesai maka musik kulintang berbunyi kembali dan para penari tegak kembali dan menyelesaikan tariannya.
Gerakan tari Kejai ini monoton dan mudah. Karena pada dan pada zaman dahulu tari ini berfungsi sebagai ajang perkenalan antara bujang dan gadis pada masyarakat suku Rejang. Apabila tari Kejai ini mempunyai gerakan yang sulit dan rumit dapat mengakibatkan antara bujang dengan gadis tidak mau berkenalan karena sulitnya memahami gerakan. Gerakan tari Kejai ini tidak boleh terlalu gemulai untuk penari wanitanya, sedangkan untuk penari prianya haruslah menunjukan kegagahan. Mungkin dalam 3 kali latihan kita sudah hafal semua gerakan tarian ini.
Dahulu tari Kejai ini hanya boleh ditarikan pada saat upacara Kejai, sekarang pemerintah setempat memberikan izin bahwa tari Kejai boleh ditarikan pada setiap acara-acara walaupun tidak pada saat upacara Kejai, karena pemerintah setempat merasa perlunya pelestarian tari Kejai yang merupakan ciri khas seni tari di daerah Rejang Lebong agar tidak tengelam dari kemajuan zaman yang terus berkembang dengan pesat.
Tari Iben Pena’ok
Tari Iben Pena’ok merupakan tari adat yang ada di Suku Rejang Kabupaten Lebong. Dalam bahasa Indonesia tari Iben Pena’ok yang artinya penyapa. Iben yang diartikan sirih dan Pena’ok diartikan sebagai persembahan. Dengan adanya tari ini maka diharapkan tari ini sebagai persemabahan para tamu dengan penyapa atau menyapa para tamu dengan hormat. Tari ini terinspirasi dari tari Kejai, dan merupakan kebanggaan masyarakat setempat. Dengan adanya tari Iben Pena’ok ini menandakan bahwa ramahnya masyarakat suku Rejang ketika kedatangan tamu yang sudah pasti bukan penduduk asli daerah setempat, sebagai mana dikemukakan oleh Elly M. Setiadi (2006: 150) bahwa “Tata krama pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.” Hal ini pula yang dirasakan penulis ketika sampai di Kabupaten Lebong, dengan suasana yang sejuk dan ditambah penduduk suku Rejang di Kabupaten Lebong ini sangat antusias dan ramah, walaupun kedatangan kami tidak disambut dengan tarian adat.

Jumlah penari dalam tari Iben Pena’ok ini tidak ditentukan. Mulai dari 7, 9, atau 11 orang. Aturannya adalah 3 penari di depan dan setiap barisan kebelakang terdapat 2-2 penari kiri-kanan. Untuk 3 penari yang ada di depan pada bagian tengah membawa sirih yang artinya sebagai pembukaan pembicaraan, bagian kiri membawa sedingin yang memberi arti agar tamu yang datang merasa tenang dan tidak merasa was-was, dan bagian kanan membawa beras kunyit yang melambangkan kesejahteraan.
Setelah tamu masuk maka dilakukanlah prosesi yang disebut menggendo yang diiringi dengan Krilu yang merupakan alat musik asli daerah Rejang yang menyerupai suling. (Gambar 2) Pakaian untuk menari tari Iben Pena’ok ini diangkat dari pakaian tari Kejai hanya terdapat sedikit perubahan sementara kalau tari Iben Pena’ok boleh menggunakan pakaian dengan warna lain. Berbeda dengan tari Kejai yang harus menggunakan pakaian warna merah marun (Gambar 3) sementara dasar tariannya diambil sedikit dari tari Kejai,
Menurut penulis bahwa tari Iben Pena’ok ini merupakan tari kreasi baru yang diatur sedekat mungkin dengan tari Kejai. Namun penulis sendiri belum melihat bagaimana tari Iben Pena’ok walaupun didapat keterangan yang menggambarkan bahwa beberapa aspek tarian ini memiliki sedikit kesamaan. Seperti dalam hal musik memiliki kesamaan dengan Kejai namun terdapat penambahan alat musik yang berupa Kerilu dan gendang.
Tari Iben Pena’ok berfungsi sebagai tari dalam penyambutan tamu kehormatan. Pada zaman dahulu tari Iben Pena’ok berfungsi untuk menyampaikan pesan atau nasehat kepada mempelai yang baru di akad nikahkan semua pesan atau nasehat disampaikan melalui tari Iben Pena’ok, dahulu tari ini tidak menggunakan alat musik untuk meramaikannya maka dilakukan dengan menggendo. Setelah berkembangnya zaman, tari Iben Pena’ok di daerah Rejang Lebong ini digunakan untuk menyambut para tamu kehormatan seperti datangnya Presiden, Menteri, Gubernur, dll.
Hal ini sudah membuktikan bahwa tari di Indonesia khususnya di suku Rejang Kabupaten Lebong ini mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh dari luar seperti perkembangan zaman dengan inovasi yang sangat memadai, kreativitas yang tinggi. Dan perlu menjadi catatan, bahwa pengaruh-pengaruh tersebut kemudian ditanggapi secara kreatif oleh para seniman. Bahkan hasilnya adalah, bahwa bentuk-bentuk seni pertunjukkan tersebut menjadi lebih berwarna. Walaupun hal seperti ini mengakibatkan berkurangnya nilai-nilai tradisi.
Tari Iben Pena’ok berfungsi sebagai tari dalam penyambutan tamu kehormatan. Pada zaman dahulu tari Iben Pena’ok berfungsi untuk menyampaikan pesan atau nasehat kepada mempelai yang baru di akad nikahkan semua pesan atau nasehat disampaikan melalui tari Iben Pena’ok, dahulu tari ini tidak menggunakan alat musik untuk meramaikannya maka dilakukan dengan menggendo. Setelah berkembangnya zaman, tari Iben Pena’ok di daerah Rejang Lebong ini digunakan untuk menyambut para tamu kehormatan seperti datangnya Presiden, Menteri, Gubernur, dll.
Hal ini sudah membuktikan bahwa tari di Indonesia khususnya di suku Rejang Kabupaten Lebong ini mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh dari luar seperti perkembangan zaman dengan inovasi yang sangat memadai, kreativitas yang tinggi. Dan perlu menjadi catatan, bahwa pengaruh-pengaruh tersebut kemudian ditanggapi secara kreatif oleh para seniman. Bahkan hasilnya adalah, bahwa bentuk-bentuk seni pertunjukkan tersebut menjadi lebih berwarna. Walaupun hal seperti ini mengakibatkan berkurangnya nilai-nilai tradisi.
Tari Rendoi
Menurut sumber yang diperoleh bahwa tari Rendoi adalah tarian seorang satria yang tidak berani berkelahi. Menurut cerita suatu hari seseorang bertemu dengan orang yang sedang berkelahi dan ia datang untuk memisahkan orang yang sedang berkelahi, orang yang memisahkan ini adalah Ratau Kesien. Ketika orang yang berkelahi tadi menyerang Ratau Kesien. Ratau Kesien hanya mengelak, diserang oleh apapun Ratau Kesien hanya mengelak. Sampai orang yang menyerang Ratau Kesien kehabisan tenaga, dan Ratau Kesien meninggalkannya tanpa melakukan penyerangan balik.
Menurut legenda apabila Ratau Kesien sampai melakukan penyerangan balik maka orang yang terkena pukulan tersebut akan langsung mati. Nama Ratau Kesien sendiri adalah Ratau yaitu orang tua yang dihormati atau tokoh masyarakat, sementara Kesian yaitu kasihan
.Penari dari tari Rendoi ini bisa laki-laki dan bisa perempuan namun biasanya laki-laki kalau perempuan harus bisa tekwondo atau pandai berkelahi. Jumlah dari penari adalah 6 orang. Untuk pakaian tari rendoi tidak memiliki pakaian khusus asalkan seragam.
Fungsi dari tari Rendoi adalah untuk hiburan atau seni pertunjukan tari. Tari ini merupakan tari kreasi baru yang digarap untuk mengungkapkan nilai-nilai baru baik menggunakan materi baru atau pun lama.
Tari Tembung
Tari Tembung merupakan tari satria orang zaman dahulu untuk perang tarian ini menggunakan tongkat . Para penari mempunyai senjata yang disebut Tembung yaitu tongkat (toya). Menurut cerita zaman dahulu orang yang punya tongkat tersebut yaitu Tunggang Belumut, apabila Tunggang Belumut menjaga pasti cuaca pada hari itu teduh. Sehingga sekarang banyak masyarakat yang mempercayai apabila masyarakat menjemur padi dan pada hari itu teduh mereka berasumsi bahwa Tunggang Belumut sedang jaga. Kalau tunggang Belumut turun untuk jaga maka ia akan menari menggunakan tongkatnya.
Sekarang tari Tembung hanya diambil sebagiannya saja dari gerak tari. Dikarenakan kurang sanggup untuk mengikuti tarian asli yang dilakukan oleh Tunggang Belumut. Menurut sumber yang diperoleh Tunggang Belumut menari sambil rebah tetapi badan tidak menyentuh tanah ia berdiri diatas tongkat. Di daerah Rejang Lebong sekarang anak perempuan yang menarikannya. Banyaknya penari pada tari Tembung adalah 8 orang.
Alat musik tari Tembung ini lepas dari musik tari Kejai, tari Tembung menggunakan Gitar tunggal, gendang, kelintang dengan pukulan yang berbeda, gong, serta kerilu yang digunakan untuk memanggil para penari.

Dahulu tari ini digunakan oleh seorang kesatria yang bernana Tunggang Belumut untuk menjaga wilayahnya. Ketika ia turun ke bumi maka si Tunggang Belumut mulai menari dengan tongkatnya. Sementara sekarang tari ini digunakan sebagai pertunjukkan seni tradisi yang telah di kreasikan
1. Kesimpulan
Kebudayaan merupakan hasil olah pikir dan perasaan manusia yang berlangsung cukup lama. Setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda dan menjadi ciri khas bagi daerah tersebut. Salah satu dari kebudayaan suku Rejang yang ada di Kabupaten Lebong adalah Dialek, Aksara Kaganga, dan Tari
Di Kabupaten Lebong sendiri memiliki banyak kesenian tari diantaranya adalah tari Kejai yang merupakan tarian sakral dan tari Iben Pena’ok, tari Rendoi, dan tari Temu’ng.yang merupakan tarian orang zaman dahulu yang sudah di kreasikan. Dan semua tarian-tarian ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan kebudayaan daerah yang telah mentradisi dalam kehidupan keseharian masyarakat suku Rejang itu sendiri. Tari-tari ini hidup dalam masyarakat suku Rejang, dan diakui sebagai milik oleh masyarakat tersebut sebagai pendukungnya.
Tari Kejai, tari Iben Pena’ok, tari Rendoi, dan tari Temu’ng, merupakan asset budaya yang dimiliki oleh masyarakat Rejang. Sekaligus menjadi identitas budaya. Sebuah tarian selain menjadi ciri khas dari masyarakat pemiliknya, tarian juga diyakini memiliki peranan dan fungsi tersendiri dalam setiap penyajiannya.
dpat kita simpulkan juga bahwa Di Kabupaten Kepahiang terdapat beberapa suku dan etnis yang sudah membaur dan hidup berdampingan tanpa membedakan asal usul kedaerahan lagi. Secara umum Suku Rejang sebagai suku asli mendominasi jumlah penduduk, serta suku-suku Palembang, Serawai, Jawa, Padang, Batak, Aceh dan suku lainnya.
Dalam keberagaman tersebut telah tercipta suasana perikehidupan yang berlandaskan sendi – sendi peradaban dan sosial masyarakat yang telah berjalan sejak zaman dahulu. Kondisi ini tetap akan dijaga kelestariannya serta ditingkatkan dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari.
Budaya dan adat istiadat yang paling dominan adalah Budaya Rejang, diantaranya adalah jenis tari-tarian, lagu daerah sebagaimana diuraikan berikut ini:
Jenis Tarian :
Tari sekapur sirih, tari kejei, tari gigih, tari mendulah, tari semambe cupik, tari petik kopi, tari panen padi, tari bujang smulen mengilih pai.
· Lagu gritan, lagu mambak, lagu nyerambeak, lagu merjung
Jenis Kebudayaan lain yang Dominan :
· Batik Jang dan Diwo,(Kerajinan Batik)
· Bugei (Rumah Adat),
· Penan Suhet, Sihet, Rikung (Tulisan Daerah),
· Ketuk Rajo, Kapak Batu Kalsidian, Cakup Keringen
2. Saran
Kita Sebagai pemuda yang dahaga akan ilmu, alangkah baiknya jika kita mengetahui akan pentingnya mengetahui sebuah kebudayaan yang berada di daerah kita sendiri. Jangan terlalu mengikuti modernisasi, jika itu hanya melalaikan kita akan kebudayaan asli kita.
Mungkin hanya sedikit sekali para remaja yang berdiri sejajar untuk berlatih tarian daerahnya dengan senyum dan tawa. Seringkali terasa ketegangan dan hanya ingin mengikuti keterpaksaan proses belajar di sekolah.
Cukup banyak kebudayaan kita yang dirampas oleh negara lain. Dan tampak orang-orang yang tinggal jauh dari Indonesia, justru menyukai dan melestarikan budaya Indonesia di negara asalnya.
“Mari kita tunjukkan kontribusi kita sebagai rakyak Indonesia peduli kebudayaan daerah”
Refereni :
1 .https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kepahiang
2. https://wahyumextori.wordpress.com/2015/01/27/kebudayaan-dan-tari-suku-rejang-di-kabupaten-lebong/
3. http://kepahiangkab.go.id/index.php/profil-daerah/kesehatan-agama-dan-budaya
4 https://www.google.co.id/search?q=foto+tarian+kabupaten+kepahiang&rlz=1C1SKPL_enID420ID712&espv=2&biw=1366&bih=662&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiv_M2oiejPAhXKuI8KHdIPBosQ_AUIBigB
5. http://www.tradisikita.my.id/2016/01/5-tari-tradisional-daerah-bengkulu.html
2. https://wahyumextori.wordpress.com/2015/01/27/kebudayaan-dan-tari-suku-rejang-di-kabupaten-lebong/
3. http://kepahiangkab.go.id/index.php/profil-daerah/kesehatan-agama-dan-budaya
4 https://www.google.co.id/search?q=foto+tarian+kabupaten+kepahiang&rlz=1C1SKPL_enID420ID712&espv=2&biw=1366&bih=662&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiv_M2oiejPAhXKuI8KHdIPBosQ_AUIBigB
5. http://www.tradisikita.my.id/2016/01/5-tari-tradisional-daerah-bengkulu.html
Komentar
Posting Komentar